Kamis, 28 November 2013

PENURUNAN TITIK BEKU ASAM ASETAT

PENURUNAN TITIK BEKU ASAM ASETAT
Ishri Arju Syafangah, Siti Fatimah
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
ishriarju@gmail.com, 085747319610
50225

Abstrak
juan percobaan ini adalah menentukan harga tetapan titik beku asam asetat serta menentukan berat molekul suatu zat terlarut dari elektrolit biner. Metode yang digunakan yaitu dengan melakukan pengukuran titik beku setiap penambahan naftalena dalam asam asetat untuk mengetahui harga tetapan titik beku asam asetat (Kf). Antara molalitas larutan dengan penurunan titik beku larutan dihubungkan sehingga akan diperoleh kurva linear dengan gradien Kf. Harga Kf yang diperoleh digunakan untuk mencari berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner) dengan cara yang sama, yaitu melakukan pengukuran titik beku setiap penambahan zat terlarut X. Plot dihubungkan dengan juga akan menghasilkan kurva linear dengan gradien berat molekul zat terlarut X. Harga Kf sesuai percobaan yaitu 1,174 sedangkan menurut teori adalah 3,9. Presentasi kesalahan yang diperoleh yaitu 69,9%. Berdasarkan hasil percobaan, berat molekul zat terlarut X adalah 36,55, padahal zat terlarut X yang digunakan adalah natrium asetat yang memiliki berat molekul 82%. Presentase kesalahan yang diperoleh sebesar 55,43%. Kesalahan tersebut diperoleh karena temperatur yang diukur tidak tepat saat pertama kali membeku. Kesimpulan dari percobaan ini adalah harga tetapan titik beku asam asetat adalah 1,174 serta berat molekul suatu zat terlarut dari elektrolit biner yaitu 36,55.
Kata kunci: asam asetat; sifat koligatif; tetapan penurunan titik beku.

Abstract
The purpose of this experiment is to determine price of constant freezing point acetic acid and to determine molecular weight of a solute from a binary electrolyte. The method used is by measuring freezing point of naphthalene in each addition of acetic acid. Between  molality of a solution and decreasing  freezing point of solution will be connected so that curves obtained with the linear gradient Kf. Kf price obtained is used to find  molecular weight of X solute in the same way , is measuring freezing point of each additional X solute. Plot associated with will also result a linear curve with a gradient of molecular weight X solutes. Price Kf trough experiment is 1,174 while theory is 3,9, so  the fault is 69,9 %. Beside, the molecular weight of X solute is 36,55, whereas X solutes used were sodium acetate which has a molecular weight of 82 %, so the fault is 55,43 %. The fault is obtained because the temperature wouldn’t  freeze right the first time. The conclusion is price constant freezing point of acetic acid is 1,174 and molecular weight of a solute from a binary electrolyte is 36,55.
Keywords : acetic acid ; colligative properties ; constant freezing point depression .
Pendahuluan
Setiap larutan memiliki beberapa sifat fisik, seperti penururnan titik beku, kenaikan titik didih, penurunan titik uap, dan tekanan osmotik yang apabila terdapat penambahan zat pada larutan itu akan merubah sifat-sifat fisik larutan tersebut. Sifat-sifat tersebut disebut sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan ini tidak bergantung pada jenis zatnya melainkan bergantung pada jumlah partikel pada larutan tersebut (Sukardjo, 2004).

Gambar 1. Sifat Koligatif Larutan

Gambar 1 memperlihatkan diagram fasa pelarut dan larutan. Garis tebal menunjukkan diagram fasa pelarut sedangkan garis putus-putus menunjukkan diagram fasa larutan. Titik beku pelarut lebih besar dibandingkan dengan titik beku larutan. Selisih titik beku pelarut dengan titik beku larutan ini yang disebut penurunan titik beku. Semakin banyak zat terlarut yang ditambahkan pada pelarut, maka titik beku larutan akan semakin rendah. Apabila titik beku larutan semakin rendah, pergeseran kurva akan semakin besar yang berarti bahwa penurunan titik beku larutan semakin besar pula. Penambahan zat terlarut tidak hanya mengubah titik beku larutan saja, tetapi juga dapat mengubah sifat koligatif lainnya seperti kenaikan titik didih, penurunan tekanan uap, dan tekanan osmotiknya.
Salah satu sifat koligatif larutan yang akan dibahas adalah penurunan titik beku. Titik beku larutan adalah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnnya (Sukardjo, 2004). Titik beku juga dapat diartikan sebagai temperatur pada perpotongan garis tekanan tetap pada 1 atm dengan kurva peleburan (Petruci, 1987). Titik beku larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut dalam larutan dengan pelarut padatan murni, pelarut cairan murni, atau uap pelarut murni (Wahyuni, 2013).
Penurunan titik beku larutan ini dapat diperoleh dari hasil kali antara molalitas larutan tersebut dengan tetapan titik beku (Kf). Tetapan Kf hanya bergantung pada jenis pelarut (Jupamahu, 1980). Setiap larutan memiliki titik beku (Tf) dan tetapan Kf tertentu. Asam cuka memiliki titik beku sebesar 16,7°C dan tetapan Kf sebesar 3,9 (Sachri dan Harun, 1982).
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut, titik beku larutan akan berkurang atau penurunan titik beku akan bertambah. Penurunan titik beku larutan tersebut lebih besar dibandingkan dengan kenaikan titik didih larutan atau penurunan tekanan uap, oleh karena itu penurunan titik beku larutan sering digunakan untuk menentukan berat molekul zat terlarut pada larutan tersebut (Jupamahu, 1980). Selain berat molekul zat terlarut yang dapat diketahui, aktivitas dan koefisien aktivitas, konstanta disosiasi dari elektrolit lemah, dan faktor Vant Hoff juga dapat ditentukan (Dogra, 1984).
Penurunan titik beku sering digunakan untuk mengetahui berat molekul zat terlarut tertentu. Tetapan Kf dapat diketahui melalui percobaan dengan zat terlarut yang digunakan adalah zat terlarut yang sudah diketahui berat molekulnya secara pasti. Setelah itu, tetapan Kf tersebut dapat digunakan untuk mengetahui berat molekul zat terlarut yang belum diketahui berat molekulnya. Salain itu, pada penurunan titik beku tidak ada batasan pelarut apa yang harus digunakan asalkan padatan yang terpisah pada saat membeku merupakan padatan pelarut murni, tidak seperti pada kenaikan titik didih, pelarut yang digunakan adalah pelarut involatil. Apabila pelarut yang digunakan pada percobaan kenaikan titik didih adalah pelarut volatil, yang terjadi bukanlah kenaikan titik didih melainkan penurunan titik didih (Mulyani dan Hendrawan, 2003).
Masalah yang akan diselesaikan pada percobaan ini adalah berapa tetapan titik beku asam asetat dan berapa berat molekul zat terlarut elektrolit biner. Sedangkan tujuan yang akan dicapai berdasarkan masalah tersebut adalah menentukan tetapan titik beku asam asetat serta menentukan berat molekul suatu zat terlarut dari elektrolit biner.

Metode

Alat yang digunakan pada percobaan penurunan titik beku asam asetat adalah gelas kimia pyrex ukiran 50 ml, pengaduk, termometer alkohol, termostat, statif untuk menggantungkan termometer, pipet tetes, dan gelas ukur pyrex ukuran 20 ml. Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat p.a dari Merck, naftalena for syn dari Merck, dan zat X yang akan ditentukan berat molekulnya yaitu natrium asetat for syn dari Merck.
Langkah kerja percobaan ini pertama adalah termostat disiapkan terlebih dahulu baru kemudian 15 ml asam asetat p.a diukur dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 ml untuk diukur titik bekunya pada termostat tersebut. Langkah kedua adalah temperatur asam asetat dikembalikan pada temperatur ruang dan dibiarkan mencair. Langkah selanjutnya berhubungan dengan penambahan zat terlarut, 1,000 gram zat terlarut naftalena dimasukkan ke dalam  ke dalam asam asetat dan diaduk-aduk hingga homogen. Langkah keempat, larutan naftalena dalam asam asetat tersebut diukur titik bekunya dan didiamkan kembali hingga mencair dan mencapai temperatur ruangan. Langkah berikutnya yaitu 1,000 gram zat terlarut naftalena dimasukkan kembali ke dalam asam asetat dan diukur titik bekunya, begitu seterusnya sampai penambahan zat terlarut naftalena sebanyak enam kali. Langkah kerja percobaan selanjutnya adalah penentuan berat molekul zat X (natrium asetat) yang tidak berbeda dengan percobaan penentuan tetapan titik beku aam asetat, perbedaannya hanya pada zat terlarut. Pada penentuan tetapan titik beku asam asetat, zat terlarut yang digunakan adalah naftalena sedangkan pada penentuan berat molekul zat terlarut X, zat terlarut yang digunakan adalah natrium asetat.
Beberapa variabel yang digunakan dalam percobaan penurunan titik beku asam asetat dan penentuan berat molekul zat terlarut X adalah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas pada percobaan penentuan tetapan titik beku asam asetat dan penentuan berat molekul zat terlarut X secara berturut-turut adalah massa zat terlarut  naftalena dan natrium asetat. Variabel terikat yang digunakan pada kedua percobaan tersebut adalah penurunan titik beku yang tergantung pada jumlah partikel zat terlarut. Sedangkan variabel kontrolnya adalah tekanan, motode, dan pelarut yang dibuat sama.
nalisis data yang digunakan pada penentuan tetapan titik beku asam asetat adalah menghubungkan penurunan titik beku larutan (ΔTf) terhadap molalitas larutan sehingga diperoleh kurva linear yang merupakan harga tetapan titik beku asam asetat (Kf). Data yang diperoleh dari percobaan adalah titik beku larutan dan massa penambahan zat terlarut. Adanya harga titik beku larutan dapat diketahui berapa harga penurunan titik beku larutannya. Sedangkan molalitas larutan dapat dicari dengan adanya massa penambahan zat terlarut. Selanjutnya, analisis data yang digunakan pada penentuan berat molekul zat terlarut X juga sama, yaitu menghubungkan dua sumbu, yaitu sumbu x dan sumbu y dan menghasilkan gradien dengan garis linear yang merupakan berat molekul suatu zat terlarut X tersebut. Sumbu x yang digunakan adalah   sedangkan sumbu y yang digunakan adalah .. Angka 2 pada sumbu x merupakan faktor Vant Hoff. Faktor Vant Hoff (i) digunakan apabila zat terlarut yang digunakan merupakan suatu zat elektrolit. Besarnya faktor Vant Hoff dapat dicari dengan rumus . Apabila zat terlarut elektrolitnya merupakan elektrolit biner, n diisikan sejumlah 2 (biner). Besarnya faktor Vant Hoof zat terlarut elektrolit biner adalah 2.

Hasil Dan Pembahasan

 Hasil percobaan menunjukkan titik beku asam asetat adalah 13°C. Menurut teori, penambahan zat terlarut pada pelarut tertentu akan menurunkan  titik beku larutan tersebut. Semakin banyak penambahan zat terlarut akan semakin besar penurunan titik bekunya. Pada percobaan ini, semakin banyak penambahan naftalena pada asam asetat akan semakin besar pula penurunan titik bekunya. Besarnya penambahan naftalena pada asam asetat serta penurunan titik bekunya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Titik Beku Asam Asetat pada Setiap Penambahan Tertentu Zat Terlarut (Naftalena)
Massa Naftalena (gram)
Molalitas (molal)
Tf(°C)
ΔTf(°C)
1,0016
0,496166
12
1
2,0311
1,006154
11
2
3,0475
1,509652
10
3
4,0683
2,015329
10
3
5,0977
2,525267
11
2
6,1252
3,034264
10
3
           
Tabel 1 menjelaskan bahwa setiap penambahan zat terlarut naftalena pada asam asetat akan menurunkan titik beku larutannya. Titik beku larutan tersebut menjadi lebih kecil dari titik beku pelarutnya, sehingga penurunan titik beku larutannya menjadi lebih besar. Zat terlarut yang digunakan adalah naftalena karena naftalena mudah larut dalam asam asetat. Selain itu, berat molekul asam asetat sudah dapat diketahui, yaitu 128,17 gram/mol. Naftalena merupakan hidrokarbon aromatik dan memiliki rumus struktur C10H8. Dalam temperatur ruang, naftalena berbentuk padatan dan mudah menguap. Data yang diperoleh pada tabel 1 dapat digunakan untuk menentukan harga Kf asam asetat, sesuai dengan Hukum Roult untuk larutan non elektrolit encer ideal, yaitu besarnya penurunan titik beku adalah hasil kali antara tetapan titik beku pelarut dengan molalitas larutan.
            ΔTf = Kf . m
ΔTf      = penurunan titik beku (°C)
Tf        =  tetapan penuruan titik beku
m         = molalitas larutan (molal)
            Besarnya penurunan titik beku setiap satu molal disebut Kf atau tetapan penurunan titik beku. Harga Kf untuk setiap pelarut berbeda satu sama lain. Harga Kf dapat dicari melalui percobaan, yaitu dengan menambahkan zat terlarut pada pelarut untuk diukur berapa penurunan titik bekunya. Sesuai dengan rumus Hukum Roult ΔTf = Kf . m maka harga Kf secara otomatis dapat diketahui karena analisis data yang digunakan adalah mengalurkan plot m sebagai sumbu x dengan plot ΔTf sebagai sumbu y yang kemudian akan diperoleh kurva linear dengan gradien Kf. Kf asam asetat sesuai hasil percobaan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Molalitas dengan ΔTf
Gambar 2 menunjukkan bahwa harga Kf asam asetat sesuai percobaan adalah 1,174 dengan R2 sebesar -0,2. Harga R2 merupakan kelinearan, artinya apabila harga R2 lebih dari sama dengan  0,9 maka data tersebut masih tergolong valid. Menurut teori, harga Kf asam asetat adalah sebesar 3,9. Persen kesalahan yang diperoleh dari percobaan adalah sebesar 69,9%. Kesalahan yang mengakibatkan hasil percobaan jauh dari teori adalah saat praktikan mengukur penurunan titik beku larutan yang sudah lebih dari titik beku larutan itu sendiri. Penentuan titik beku larutan pada setiap penambahan zat terlarut (naftalena) tidak diukur pada saat pertama kali larutan membeku, melainkan saat larutan sudah total beku. Oleh karena itu, temperatur yang diukur bukan titik beku larutan tetapi temperatur di bawah titik beku. Selain itu, kesalahan lain yang diperoleh adalah pada pembacaan skala nonius termometer yang kurang teliti.
Harga Kf yang diperoleh dari percobaan pertama yaitu 1,174. Harga Kf ini dapat digunakan untuk mengetahui berat molekul zat terlarut elektrolit biner pada pelarut asam asetat di percobaan kedua. Percobaan kedua tidak berbeda dengan percobaan pertama, hanya saja zat terlarut yang digunakan berbeda. Zat terlarut yang digunakan adalah zat elektrolit biner. Besarnya penambahan zat terlarut elektrolit biner pada asam asetat serta penurunan titik didihnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Titik Beku Asam Asetat pada Setiap Penambahan Tertentu Zat Terlarut Elektrolit Biner (Zat X)
Massa Zat X (gram)
Tf(°C)
ΔTf(°C)
1,0583
8
5
2,1028
4
9
3,1489
2
11
4,1998
2
11
5,238
1
12
6,281
5
8

Variabel-variabel yang diperlukan pada percobaan kedua yaitu penurunan titik beku larutan, massa zat terlarut X, massa asam asetat, tetapan penurunan titik beku, dan harga faktor Vant Hoff. Penurunan titik beku larutan diperoleh dari percobaan, massa zat terlarut X diperoleh dari pengukuran, massa asam asetat dapat dihitung dengan cara mengalikan volumnya dengan massa jenisnya, tetapan penurunan titik beku diperoleh dari hasil percobaan pertama, dan harga faktor Vant Hoff dapat dicari dengan rumus dan diperoleh harga faktor Vant Hoff untuk zat terlarut elektrolit biner sebesar 2. Sesuai dengan variabel-variabel diatas, berikut adalah aplikasi Hukum Roult untuk zat terlarut elektrolit biner.




Sesuai dengan rumus diatas, penambahan zat terlarut dengan berat molekul kecil akan memperbesar penurunan titik beku larutan. Begitu juga apabila zat terlarut yang ditambahkan memiliki berat molekul besar maka akan memperkecil penurunan titik beku larutan. Hal tersebut karena jumlah partikel zat terlarut dengan berat molekul kecil lebih banyak dibandingkan dengan jumlah partikel zat terlarut dengan berat molekul besar. Menurut Hukum Roult, semakin banyak penambahan zat terlarut pada pelarut akan semakin besar pula penurunan titik beku larutannya. Penentuan berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner) pada percobaan ini dapat dicari dengan mengalurkan plot sumbu x yang merupakan     dengan sumbu y yaitu sehingga diperolah kurva linear dengan gradien berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner). Berat molekul zat terarut X (zat elektrolit biner) sesuai hasil percobaan dapat dilihat pada gambar 3.
 
Gambar 3. Hubungan  dengan

Gambar 3 menunjukkan bahwa berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner) adalah 36,55 gram/mol dengan R2 sebesar -0,15. Berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner) masih jauh dari berat molekul zat terlarut sesungguhnya, yaitu natrium asetat yang memiliki berat molekul sebesar 82 gram/mol. Presentase kesalahan yang diperoleh yaitu 55,43%. Kesalahan-kesalahan yang membuat berat molekul zat terlarut X (zat elektrolit biner) beda jauh dengan zat terlarut sesungguhnya, natrium asetat,  tidak jauh berbeda dengan kesalahan pada percobaan pertama, yaitu pengukuran temperaturnya berada di bawah temperatur titik beku larutan sehingga temperatur yang didapat bukanlah temperatur pada titik beku larutan melainkan temperatur ‘es’. Pengukuran temperatur tidak tepat saat larutan membeku tetapi saat larutan sudah total beku sehingga temperatur yang diperoleh jauh di bawah titik bekunya. Selain itu, pada pembacaan skala nonius termometer juga menjadi salah satu kesalahan pada percobaan kedua ini.

Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan penurunan titik beku asam asetat ada dua, yaitu tetapan titik beku (Kf) asam asetat adalah sebesar 1,174 serta berat molekul zat terlarut elektrolit biner adalah sebesar 36,55 gram/mol.

Daftar Pustaka

Dogra, S dan Dogra S.K.. 1984. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UI-Press.
Jupamahu, M.S.. 1980. Kimia Fisika 1. Bandung: Departemen Kimia ITB.
Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisika II. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.
Petruci, Ralph H.. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.
Sachri, Soebandi dan Harun. 1982. Buku Tabel Ilmu Fisika dan Kimia. Bandung: Binacipta.
Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahyuni, Sri. 2013. Kimia Fisika 2. Semarang: Kimia FMIPA UNNES.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar